4.27.2009

Orang-orang Yang Didoakan Oleh Para Malaikat

Inilah orang – orang yang didoakan oleh para malaikat :

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci”.



2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’”



3. Orang – orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf terdepan”




4. Orang – orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang – orang yang menyambung shaf – shaf”




5. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu”.




6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia”




7. Orang – orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’”




8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’”


9. Orang – orang yang berinfak.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’”


10. Orang yang sedang makan sahur.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang – orang yang sedang makan sahur”

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh”


12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain”

Aku Muslim, Aku Prajurit Setia

“Aku prajurit Amerika, seorang warga negara, dan seorang patriot. Tapi dalam tatapan kecurigaan, aku minoritas sesat yang tidak memiliki hubungan inklusif dengan pemerintahan nasional Amerika. Aku hanya seorang muslim.” Demikian Yee menulis di bagian akhir kesaksiannya atas kebrutalan tentara Amerika atas dirinya dan tawanan muslim yang lain.

James Yee adalah seorang mualaf lulusan West Point, akademi militer paling bergengsi di AS. Mulanya, ia adalah pemeluk Kristen Lutheran. Ia memilih untuk memeluk Islam ketika ke Suriah. Setelah lulus dari West Point ia bertemu dengan seorang wanita bernama Huda yang kemudian menjadi istrinya. James Yee lulus dari West Point pada tahun 1990, mengabdi di Angkatan Darat AS selama empat belas tahun, termasuk tugas di Arab Saudi pasca-Perang Teluk I. Setelah memeluk Islam pada tahun 1991, ia belajar Islam dan bahasa Arab di Damaskus- Suriah selama empat tahun. Ia telah dua kali menunaikan ibadah haji ke Makkah.

Pada awal 2001, dia kembali ke dinas militer di tengah sentimen AS yang kuat terhadap Islam pasca tragedi WTC. Di penjara Guantanamo (Gitmo) dia ditugaskan sebagai ulama militer (chaplain) yang melayani seluruh tahanan yang semuanya muslim. Penjara Gitmo yang berada di Kuba adalah tempat meringkuknya tawanan yang dituduh berkomplot dengan Osama bin Laden dan mantan Pasukan Taliban.

Ketika tiba di Guantanamo, Yee menemukan banyak sekali kebrutalan yang dilakukan terhadap orang-orang Muslim yang menjadi tahanan di sana. Namun karena awalnya ia menganggap kebrutalan ini dilandasi oleh ketidaktahuan, Yee justru memandang kondisi ini sebagai tantangan baginya. Yee tidak hanya ingin memberikan pelayanan spiritual kepada para tahanan, namun ia juga ingin mendidik para personel militer AS tentang Islam.

Sayangnya, hal inilah yang menyeretnya ke dalam kubangan masalah. Karena memperlakukan para tahanan dengan hormat dan bermartabat, bicara yang baik-baik tentang Islam, serta memimpin kegiatan-kegiatan keagamaan, Yee malah dipandang sebagai teroris, dipandang sebagai musuh.

Karena James Yee seorang Muslim, ia dicurigai dan diperlakukan semena-mena olah para prajurit lain. Para prajurit itu mengabaikan perintah-perintahnya sebagai Kapten Angkatan Darat AS. Ini merupakan tindakan indisipliner, namun tak ada tindak lanjutnya. Ini membuktikan bahwa seorang Muslim tidak bisa menjadi tentara sungguhan di AS, apalagi menjadi perwira.

Sebagian besar kebrutalan yang dilakukan terhadap James Yee dan para tahanan lain di Guantanamo merupakan tanggung jawab Jenderal Geoffrey Miller, orang yang berkuasa di Guantanamo. Jenderal Miller sepertinya punya dendam dan kebencian pribadi terhadap Yee dan kaum Muslimin. Entah apa motifnya.

Keyakinan Kristen Miller sendiri yang radikal dipercaya ikut andil dalam segala tindak-tanduknya di Guantanamo. Namun, sayangnya, James Yee-lah yang menghadapi dakwaan kriminal, buka Miller. Yee-lah yang terpaksa mengundurkan diri, bukannya Miller. Padahal Miller-lah—beserta sejumlah perwira senior lainnya—yang seharusnya dipecat dengan tidak hormat dari dinas militer.

Kekerasan dan perilaku tidak manusiawi yang bertubi-tubi mengakibatkan beberapa tahanan harus pingsan dan mencoba bunuh diri. Pelecehan terhadap Islam dipertontonkan oleh para penjaga. Alquran dilempar, ditendang, diinjak dan dirobek. Lemparan batu juga dilakukan pada tahanan yang sedang shalat berjamaah. Di Kamp X-ray dan Delta tahanan dipaksa berlutut berjam-jam di bawah panggangan matahari, sementara kaki dan tangan diborgol. Jika meratap minta minum, maka para penjaga memberinya tendangan. Tidak hanya itu, tahanan juga disuruh mandi air kencing dan kotorannya.

Amerika rupanya enggan menerapkan Konvensi Jenewa kepada tahanan muslim di kamp militer Guantanamo.

Penganiayaan dan pelecehan seksual terhadap tahanan muslim di Penjara Guantanamo bukanlah isapan jempol. Ratusan orang yang terkurung di kamp militer Amerika Serikat itu mendapat perlakuan sangat tidak manusiawi.

James Yee membeberkan kekejaman tentara Amerika di Penjara Guantanamo berdasarkan kesaksiannya saat bertugas di sana. Pelecehan dan pembunuhan karakter dialaminya. Hanya karena Yee beragama Islam dan berusaha berbuat lebih beradab. Juga karena ia seorang imam muslim—dai (pendakwah)– di lingkungan militer Amerika yang berupaya meluruskan kekeliruan pemahaman tentang Islam kepada temannya sesama prajurit. Kisah tragis yang dialami Yee, tentara Amerika keturunan Cina berpangkat kapten ini, berawal dari masa dinasnya di Guantanamo.

Dalam kurun 10 bulan bertugas di Kamp Delta—sebutan untuk delapan blok penjara itu—ia menjadi saksi kekejaman yang dialami para tahanan. “Bahkan mereka tidak mendapatkan perlindungan seperti yang tercantum dalam Konvensi Jenewa,” papar Yee memberi kesaksian.

Pemerintahan Presiden George W. Bush dan kalangan militer enggan menerapkan konvensi itu kepada tahanan muslim yang disebutnya sebagai teroris. Para “pejuang” muslim, musuh Amerika dari berbagai negara, tidak memperoleh haknya sebagai tahanan perang.

Dapat dipastikan, penganiayaan terhadap tahanan dan pelecehan kitab suci Al-Qur’an kerap terjadi saat tahanan menjalani pemeriksaan. Polisi militer di penjara sering menggunakan lembaran Alquran untuk membersihkan lantai. Aku sering menemukan sobekan lembar Alquran di lantai. Hampir setiap hari terjadi pertikaian keras antara penjaga dan tahanan yang berujung penyiksaan. Terkadang prajurit Amerika yang bukan muslim sengaja membuat keributan selagi tahanan tengah beribadah.

Tak jarang pula tahanan dipaksa meninggalkan shalat untuk menjalani pemeriksaan. “Lambat laun aku sadar bahwa usahaku untuk memberikan pengajaran tentang toleransi membuat kecurigaan mereka semakin dalam,” tulis Yee. Dan siapa pun yang bertugas di kamp itu harus tetap menjaga kerahasiaan tentang apa pun yang dilihat dan dialami.

Diam-diam, gerak-gerik prajurit yang bertugas pun selalu diawasi oleh agen rahasia pemerintah, baik dari FBI maupun badan intelijen militer. Yee yang sejak masuk Islam menambahkan Yusuf dalam namanya, tak luput dari pengawasan. Hingga akhirnya, Yee diciduk pada 10 September 2003 di Bandara Jacksonville, Florida.

Selama 10 hari dia dikurung di sel dan diperlakukan seperti tahanan. Diperiksa dengan telanjang, tidak diberi makan, diborgol tangan dan kaki, pengaburan panca indera, serta perlakuan lainnya tanpa mempertimbangkan bahwa dia adalah seorang perwira angkatan darat.

”Mereka tidak peduli pangkatku kapten, lulusan West Point, akademi militer paling bergengsi di Amerika Serikat. Mereka tidak peduli agamaku melarang telanjang di hadapan orang. Mereka tidak peduli belum ada dakwaan resmi terhadapku. Mereka tidak peduli istri dan anak-anakku tidak mengetahui keberadaanku. Mereka pun jelas tidak peduli kalau aku adalah warga Amerika yang setia dan, di atas segalanya, tidak bersalah”.

Sejak saat itu, beragam tuduhan dilontarkan untuk menjeratnya. Pengkhianatan, persekongkolan dengan teroris, hingga isu perselingkuhan ditebar. Sejumlah koran Amerika sendiri sempat terjebak pada kekeliruan informasi yang disebar intel.

Mereka menyebut Yusuf Yee sebagai antek Taliban. Isu perselingkuhan yang sengaja ditebar ke koran nyaris menghancurkan rumah tangganya. Teror dan fitnah juga dilancarkan agar istrinya juga turut membencinya.

Istrinya menggenggam pistol di tangan yang satu dan dua butir peluru di tangan lainnya. “Ajari aku cara menggunakannya,” bisik wanita itu melalui telepon dari apartemen mereka di Olympia, Washington. Dari semua hal yang pernah dilalui James Yee—penahanan, tuduhan spionase, 76 hari di dikurung di sel isolasi—ini adalah yang terburuk.

Rasa takut membadai di dadanya saat bicara di telepon dengan istrinya. Sebagai seorang ulama militer, Yee telah dilatih untuk mendeteksi dan mencegah tindakan bunuh diri. Yee tahu bahwa kondisi Huda telah kritis. Istrinya itu telah menemukan pistol Smith & Wesson miliknya yang disimpan di tempat tersembunyi di dalam lemari. Huda sudah merencanakan ini. Yee merasa tak berdaya…

Yang lebih mencengangkan, ada anak di bawah umur dijebloskan ke penjara ini dengan tuduhan sebagai anggota jaringan teroris. Seorang di antaranya adalah Omar Khadir, bocah muslim asal Kanada yang baru berusia 15 tahun.

Kesaksian James Yee ini kian menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi di penjara-penjara khusus Amerika. Yee menyebutkan, perang melawan terorisme yang dicanangkan Presiden Bush melahirkan kegilaan di kalangan militer Amerika. Yee menjadi korban kegilaan itu.

Pengalaman kelam selama lebih dari satu tahun dalam tahanan militer memberinya pelajaran berharga. Kondisi militer Amerika jauh dari gambaran ideal Yee. Perbedaan dan kehormatan serta kemerdekaan menjalankan agama tidak dijamin.

Agama dan keyakinan ternyata masih menjadi masalah utama di dunia militer negeri yang mengaku demokratis itu. “Mereka tidak mempertimbangkan bahwa aku adalah seorang prajurit yang setia,” tulis James Yee.

Kesaksian Yee ini layaknya film drama produksi Hollywood. Seorang perwira militer Amerika Serikat dijebloskan ke penjara berdasarkan sangkaan spionase, melakukan pemberontakan, menghasut, membantu musuh, dan menjadi pengkhianat militer dan negara.

Tapi semuanya tidak terbukti dan akhirnya perwira itu dibebaskan dari semua dakwaan. Kapten James Yee, perwira itu, mendapatkan perlakuan tak beradab dari militer AS karena dia beragama Islam dan reaksi paranoid AS terhadap Islam yang sama sekali tak beralasan.

Tapi publik AS tahu bahwa itu bohong. Sementara kredibilitas militer AS runtuh akibat kecerobohannya dalam kasus ini. Bahkan New York Times edisi 24 Maret 2006 menurunkan tajuk rencana berjudul “Ketidakadilan Militer”.

Meskipun sama sekali bersih dari tuntutan, namun keinginannya untuk tetap mengabdi pada Tuhan dan negara pupus. Yee “terpaksa” mundur dari militer pada 7 Januari 2005. Sayangnya, karier militer dan reputasinya telah lebih dulu hancur. Bahkan hingga kini statusnya masih ‘dalam pengawasan’.

AS benar-benar paranoid. Siapa pun yang dianggap musuh, apa pun dilakukan. Tidak peduli itu bertentangan dengan hak asasi manusia, keadilan konvensi internasional, atau hal lainnya yang selalu digemborkannya sendiri.

Kasus Yee dan Penjara Guantanamo makin merontokkan citra AS di mata publik dunia. Kini penutupan penjara Gitmo sedang dipertimbangkan karena tekanan dunia internasional melalui PBB, termasuk sekutu dekatnya, Inggris dan Italia. Sekitar 500 tahanan dari 35 negara kini masih meringkuk dalam penjara itu.

Salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari kasus Yee adalah peran media massa. Saat proses penahanan, lengkap sudah penderitaan Yee. Bukan saja dipenjarakan tanpa bukti, namun dia juga telah dihakimi oleh media massa (trial by the press) sebelum pengadilan digelar. Pers AS seperti Washington Post, New York Times, Guardian, Dll. yang mendengungkan hak asasi, justru bersifat tendensius dan tidak cover both sie. Informasi yang disajikan adalah versi militer AS.

Namun keteledoran pers tersebut ditebus dengan kritik pedas terhadap pemerintah setelah tuduhan terhadap Yee tidak terbukti. Artikel, tajuk rencana, dan berita-berita yang disuguhkan semuanya berupa pembelaan, bahkan sebagian media massa minta maaf pada Yee.

Patriotisme Yee musnah di mata pemerintah AS hanya karena dia sebagai Muslim taat menjalankan tugasnya sesuai ajaran agama dan perintah negara. Tapi dunia tahu bahwa dia adalah seorang patriot sejati yang hidupnya diabdikan kepada Tuhan dan negaranya.

Inilah kisah yang mengungkap sisi gelap perang terhadap terorisme yang berlebihan dan tanpa aturan, yang menebar bahaya di mana-mana dan mengakibatkan seorang patriot Amerika sejati diperlakukan layaknya musuh. Bukannya mendapat penghargaan atas jasa-jasanya, Yee malah dihukum. Reputasi Amerika sebagai negara hukum yang adil ikut tercoreng bersamanya. Kita seakan muak dengan kebijakan-kebijakan AS di bawah Bush dengan segala tindak-tanduk primitifnya yang mengacak-acak peradaban dan nilai-nilai kemanusiaan.

Apakah ‘perang melawan terorisme’ yang digagas Amerika Serikat (AS) benar-benar perang yang ditujukan untuk melawan ekstremisme demi tegaknya demokrasi? Ataukah label itu hanya bungkus bagi perang melawan Islam? Para pejabat AS di lingkaran Bush bersikeras bahwa agenda mereka bersifat politis, bukan religius. Namun faktanya, retorika dan tindak-tanduk AS di lapangan mengubah perang melawan terorisme menjadi perang melawan Islam.

Malu itu Penting

Ketika Abu Qilabah keluar untuk sholat berjamaah, bertemu dengan Umar bin Abd Al Aziz yang juga sedang menuju masjid untuk jama’ah sholat ashar. Beliau kelihatan membawa secarik kertas, maka Abu Qilabah bertanya: Wahai Amirul mukminin, geranga kertas apakah ini ? Beliau menjawab ini adalah secarik kertas berisi sebuah hadits yang aku riwayatkan dari Aun bin Abdillah. Aku tertarik sekali dengan hadits ini maka aku tulis dalam secarik kertas ini dan sering aku bawa. Abu Qulabah berkata; ternyata di dalamnya tertera sebuah hadits sbb. “Diriwayatkan dari Aun bin Abdillah, ia berkata: Aku berkata kepada Umar bin Abdil Aziz bahwa aku telah meriwayatkan hadits dari seorang sahabat nabi saw yang kemudian diketahuinya oleh Umar. Aku berkata, ia telah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Sesungguhnya rasa malu, iffah ( menjauhi yang syubhat) , dan diamnya lisan bukanlah diamnya hati, serta pemahaman (agama) adalah termasuk dalam keimanan. Semuanya itu termasuk yang menambah dekat kepada akhirat dan mengurangi keduniaan, dan termasuk apa-apa yang lebih banyak menambah keakhiratan.Tapi Sebaliknya, Sesungguhnya ucapan jorok, perangai kasar dan kekikiran termasuk dalam kenifakan (prilaku kemunafikan) dan semuanya itu menambah dekat dengan dunia dan mengurangi keakhiratan serta lebih banyak merugikan akhirat.
(Sunan Ad Darami)

Kejadian di atas menunjukkan betapa besar perhatian Umar bin Abdil Aziz terhadap masalah yang mendorongnya untuk meningkatkan masalah keakhiratannya. Hadits tentang rasa malu ini mendapat perhatian khusus sehingga ditulis dalam secarik kertas yang sering dibawa kemana-mana. sampai waktu berangkat sholat jamaahpun dibawa pula. Di antara isi dari inti hadits ini bahwa rasa malu adalah sebagian dari iman dan bisa menambah urusan keakhiratannya..

Definisi rasa malu

Ketika seorang mau melanggar aturan agama misalnya, maka ia merasakan dalam dirinya sesuatu yang tidak enak, merasa malu ataupun rasa takut. Karena pelanggaran agama atau menentang disiplin bertentangan dengan fitrahnya sehingga menimbulkan rasa malu. Seorang yang ingin mencuri kemudian tidak jadi mencuri, karena dalam dirinya masih ada rasa malu. Namun bila rasa malu ini dikikis terus dengan pelanggaran maka hilanglah rasa malunya dan akhirnya menjadi orang yang memalukan, contohnya seorang wanita yang berpakaian ketat, pada awalnya ada rasa malu yang kemudian lama kelamaan menjadi hilang rasa malunya.

Keutamaan rasa malu:

1. Rasa malu adalah penghalang manusia dari perbuatan dosa

Rasa malu adalah pangkal semua kebaikan dalam kehidupan ini, sehingga kedudukannya dalam seluruh sifat keutamaan adalah bagaikan kepala dengan badan. Maksudnya, tanpa rasa malu maka sifat keutamaan lain akan mati. Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Rasa malu tidak mendatangkan selain kebaikan.
Busyair bin Ka’b berkata: Dalam kata-kata bijak tertera :”Sesungguhnya rasa malu memiliki keagungan dan dalam rasa malu terdapat ketenangan” ( HR Bukhori dan Muslim)

2. Rasa malu merupakan salah satu cabang dari iman dan indicator nilai keimanan seseorang

Rasa malu adalah cabang dari iman. Seabagaimana Rasulullah saw menyatakan: “Iman terdiri dari enam puluh cabang lebih dan rasa malu sebagian cabang dari iman ( HR Bukhori)

Rasulullah saw melewati seorang anshor yang sedang menasehati saudaranya tentang rasa malu, maka Rasulullah bersabda: “ Biarkanlah ia memiliki rasa malu karena malu itu termasuk dalam keimanan”
(Bukhori dan Muslim)

Bahkan lebih dari itu, dalam hadits lain dinyatakan: “iman dan rasa malu merupakan pasangan dalam segala situasi dan kondisi. Bila rasa malu tidak ada maka imanpun akan sirna”( HR Al Hakim)

3. Rasa malu adalah inti akhlak islami

Anas r.a. meriwayatkan hadits bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah rasa malu”.

Diriwayatkan dari Ya’la bahwa Rasulullah saw melihat seorang mandi di tanah lapang, maka Rasulullah seketika naik mimbar dan setelah memuji Allah beliau bersabda : “sesungguhnya Allah adalah Maha Malu yang suka menutupi ‘aib yang mencintai rasa malu. Jika salah seorang dari kamu mandi hendaklah ia mandi di tempat tertutup.

4. Rasa malu adalah benteng akhir keislaman seseorang

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa nabi saw telah bersabda: “Sesungguhnya Allah azza Wajalla apabila hendak menghancurkan seorang hamba menarik darinya rasa malu, apabila rasa malu telah dicopot maka tidaklah kau jimpai dia kecuali dlam keadaan tercela dan dibenci, Bila sudah tercela dan dibenci maka akan dicopot darinya sifat amanah. Apabila sifat aamanah telah tercopot maka tidak kau jumpai dia kecuali menjadi seorang yang pengkhianat, bila sudah menjadi pengkhianat maka dicopot darinya sifat kasih sayang. Bila sifat kasih sayang telah dicopot darinya maka tidak kau jumpai dia kecuali dalam keadaan terlaknat dan bila dalam keadaan terlaknat maka akan dicopotlah ikatan islam darinya.

5. Rasa malu merupakan akhlak yang sejalan dengan fitrah manusia

Rasa malu sebagai hiasan semua perbuatan. Dalam hadits yang diriwayatkan Anas r.a. bahwa rasulullah saw telah bersabda: “Tidaklah ada suatu kekejian pada sesuatu perbuatan kecuali akan menjadinya tercela dan tidaklah ada suatu rasa malu pada sesuatu perbuatan kecuali akan menghiasinya.
(Musnad Ahmad)

Diriwayatkan dari Ibnu abbas r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda pada Al Asyaj al ‘Asry ; “Sesungguhnya dalamdirinmu terdapat dua sifat yang dicintai Allah yaitu kesabaran dan rasa malu.
( Musnad ahmad)

Diriwayatkan dari anas r.a. ia berkata: Rasulullah telah bersabda; Orang yang paling kasih sayang dari umatku adalah Abu Bakar r.a, orang yang paling tegas dalam masalah agama dri umatku adalah Umar r.a Orang yang paling merasa malu adalah Utsman r.a. Orang yang paling mengetahui halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal. Orang yang paling mengerti tentang Al quran adalah Ubay r.a. Orang yang paling mengetahui tentang faroidl adalah Zaid bin Tsabit. Setiap umat memiliki orang keperayaan dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah Ibn al jarroh.
(Musnad Ahmad)

Al Fudleil bin ‘iyadh menyatakan: Ketika manusia sudah tidak memiliki rasa malu lagi maka tidak ada bedanya dengan bianatang.


Karakteristik rasa malu

Diriwayatkan dari abdillah ibni Mas’ud r.a. ia berkata, Rasulullah telah bersabda pada suatu hari : “Milikilah rasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya.! Kami (para sahabat) berkata: Wahai rasulullah sesungguhnya kami alhamdulillah telah memiliki rasa malu. Rasulullah bersabda: “ Bukan sekedar itu akan tetapi barangsiapa yang mealu dari allah dengan sesungguhnya, hendaknya menjaga kepalanya dan apa yang ada di dalamnya, hendaknya ia menjaga peruta dan aapa yang didalamnya, hendaknya ia mengingat mati dan hari kehancuran. Dan barangsiapa menginginkan akhirat ia akan meninggalkan hiasan dunia . Barangisapa yang mengerjakan itu semua berarti ia telah merasa malu kepada allah dengan sesungguhnya.
(Musnad Ahmad)


Dalam hadits di atas kita dapat menarik empat karakteristik rasa malu yang sebenarnya yaitu:
1. Menjaga kepala dan sekitarnya
2. Menjaga perut dan segala isinya
3. Mengingat mati dan hari kehancuran
4. Menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir.

Berikut ini penjelasan empat karakteristik rasa malu yang sebenarnya:
1. Menjaga kepala dan sekitarnya.

Yang dimaksud dengan menjaga kepala dan sekitaranya adalah sbb.
a. Menjaga indera penglihatannya agar jangan sampai melihat kepada yang haram, mencari-cari kesalahan orang lain dan hal-hal lain yang diharamkan Allah swt. Yang termasuk menjaga indera penglihatan adalah menggunakannya untuk membaca Alquran, mempelajari lmu, merenungi alam semesta dan bersengan-sengan dengan memandang yang halal.
b. Menjaga indera pendengaran dengan menggunakannya untuk mendengarkan bacaan Al Quran, mendengarkan pengajian dan menjauhi mendengarkan ghibah, namimah dsb
c. Menjaga lisan dengan mempergunakannya untuk dzikrullah, memberi nasehat, menyampaikan dakwah dan menjauhi segala ucapa yang diharamkan seperti adudomba, mengumpat, menghina orang lain dsb.
d. Menjaga mulut dengan membiasakan menggunakan siwak, memasukkan makanan yang halal dan menjauhi makanan yang haram. Menjauhi tertawa berlebihan dst.
e. Menjaga muka dengan membiasakan bermuka manis, tersenyum dan ceria setiap ketemu kawan.
f. Menjaga akal dengan menjauhi pemikiran yang sesat seperti pemikiran muktazilah, sekuler, islam liberal dsb.

2. Menjaga perut dan seisinya

Yang dimaksud dengan menjaga perut seisinya adalah:
a. Menjaga hati dengan menanamkan keikhlasan dan melakukan muhasabah serta menjauhi penyakit hati seperti riya’, ujub, sombong, kufur, syirik dsb.
b. Menjaga saluran pernafasan dengan tidak merusak saluran pernafasan seperti meokok dsb.
c. Menjaga kemaluan dengan menjauhi apa-apa yang diharamkan Allah seperti perzinahan dsb.
d. Menjaga saluran pencernaan dengan henya memasukkan makanan dan minuman yang halal saja.

3. Mengingat mati dan hari kiamat.

Mengingat mati akan membawa kita kepada upaya untuk meningkatkan ketakwaan . Kematian cukuplah bagi kita sebagai nasihat agar kita taubat dan kembali kepada Allah. Orang yang berbahagia adalah orang yang senantiasa melupakan kebaikan, mengingat dosa, mengingat kematian, melihat orang yang lebih rendah di bidang dunia dan melihat orang yang lebih baik dalam bidang akhirat. Orang yang mengingat kematian akan terdorong untuk menyiapkan bekal menuju akhirat dan melu melanggar larangan Allah

4. Menjadikan akhirat sebagi tujuan akhir.

Assindi mengatakan dalam syarah Sunan Ibni Majah sbb: Pengertian hadits “ Bila kamu tdiak memiliki rasa malu maka berbuatlah semaumu” adalah bahwa rasa malu itu merupakan benteng manusia dari perbuatan buruk. Orang yang memeiliki rasa malu terhadap Allah akan menghalanginya dari pelanggaran agama. Orang yang malu terhadap manusia akan menjauhi semua tardisi jelek manusia. Bila rasa malu ini hilang dari seseorang maka ia tidak peduli lagi terhadap perbuatan dan ucapannya. Perintah dalam hadits ini memiliki makna pemberitahuan yang intinya bahwa setiap orang harus melihat perbuatannya. Bila perbuatan itu tidak menimbulkan rasa malu maka hendaknya ia melakukannya bila sebaliknya ia harus meninggalkannya. (Sunan Ibni Majah syarh Sindi)

Bangsa Indonesia yang sudah tidak lagi memiliki budaya malu, harus kembali melaksanakan empat anjuran Rasulullah secara massif demi menuju kebangkitan menggapai kegemilangan di masa mendatang.

Kekuatan Ikhlas

Ikhlas adalah melakukan amal, baik perkataan maupun perbuatan ditujukan untuk Allah semata. Alquran menyuruh kita ikhlas (QS Yunus [10]: 105). Rasul SAW mengingatkan, ''Allah tidak menerima amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas untuk mencari ridha Allah semata.'' (HR Abu Dawud dan Nasa'i). Imam Ali RA juga berkata, ''Orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amal diterima oleh Allah.''

Kendati bersimbah peluh, berkuah keringat, menghabiskan tenaga, menguras pikiran, kalau tidak ikhlas, sebesar apa pun amal, sia-sia di mata Allah. Maka, sungguh rugi orang yang bertempur, mempertaruhkan nyawa dengan niat ingin disebut pahlawan, atau orang yang sedekah habis-habisan hanya ingin disebut dermawan.

Seorang sufi menuturkan, ''Ikhlas berarti engkau tidak memanggil siapa pun selain Allah SWT. Untuk menjadi saksi atas perbuatanmu.'' Ikhlas menjadi benar-benar teramat penting yang akan membuat hidup ini menjadi indah, ringan, dan bermakna.

Ikhlas akan membuat jiwa menjadi independen, merdeka, tidak dibelenggu pengharapan akan pujian. Hati menjadi tenang karena ia tidak diperbudak penantian mendapat penghargaan ataupun imbalan dari makhluk. Penantian adalah hal yang tidak nyaman, menunggu pujian atau imbalan adalah hal yang dapat meresahkan, bahkan bisa mengiris hati bila ternyata yang datang sebaliknya, caci maki. Orang yang tidak ikhlas akan banyak menemui kekecewaan dalam hidup, karena ia banyak berharap pada makhluk yang lemah, ia mengikatkan diri pada tali yang rapuh.

Jabatan tak kan membuat terpesona hati orang yang ikhlas. Ia tidak ujub dengan jabatan setinggi langit, dan tidak minder dengan jabatan yang rendah. Dalam benaknya Allah menilai bukan dari jabatan, tapi tanggung jawab terhadap amanah dari jabatannya itu. Ia sangat yakin akan janji dan jaminan Allah yang Mahakaya.

Justru imbalan manusia tiada apa-apanya dibanding imbalan Allah SWT. Sungguh tak ada risau, tak khawatir ditipu, dikhianati, bila dekat dengan seorang hamba yang ikhlas. Justru sebaliknya, orang akan merasa nyaman karena sikap dan tutur katanya menghargai dan menyejukkan, penuh manfaat, karena orang yang ikhlas perhatiannya fokus memberi yang terbaik untuk Allah yang selalu menatapnya. Imbasnya akan memberi kebaikan pada orang yang berada di kanan-kirinya. Dan Allah beri penghargaan pada mereka (QS An-Nisa [4]: 146). Subhanallah, adakah yang lebih berharga dari pemberian Allah? Maka, nikmat Tuhan manakah yang kita dustakan?

Menahan Amarah

''Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.'' (Ali-Imron: 133-134).

Amarah merupakan tabiat manusia yang sulit untuk dikendalikan. Dan, Allah menjadikan orang yang mampu untuk menahan amarahnya sebagai salah satu ciri orang yang bertakwa. Di samping itu Allah akan memberikan pahala kepada orang yang menahan amarahnya lalu memaafkan mereka yang menyakitinya. Allah berfirman, ''Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.'' (Asy-Syuura: 40).

Abu hurairah meriwayatkan bahwa pada suatu hari, seorang lelaki mendatangi Rasulullah SAW. Ia berkata kepada beliau. Ya Rasulullah! Nasihatilah saya! Sabdanya, ''Janganlah engkau marah.'' Lalu beliau ulangkan beberapa kali, dan sabdanya, ''Jangan engkau marah.'' (HR Bukhori).

Penekanan Rasulullah SAW di atas menunjukkan betapa pentingnya menahan amarah. Karena ia adalah penyebab terjadinya pertikaian, perpecahan, dan permusuhan. Dan bila ini terjadi, maka akan membawa dampak negatif kepada umat Islam. Oleh sebab itu pula, Islam tidak membenarkan seorang Muslim untuk saling bertikai dan saling berpaling satu sama lain melebihi dari tiga malam.

Sahabat Abu Bakar ra pernah mendapatkan teguran dari Allah SWT karena kemarahan yang dilakukannya dengan bersumpah untuk tidak memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri Aisyah. Allah berfirman, ''Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat-(nya).

Betapa indahnya dunia ini, jika setiap orang berusaha menahan amarahnya. Pertikaian, kerusuhan, permusuhan di mana-mana tidak akan terjadi. Karena kejahatan yang dibalas dengan kejahatan tidaklah memberikan solusi, namun menambah persoalan dan memperpanjang perselisihan.

''Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.'' (Ali-Imron: 133-134).

Amarah merupakan tabiat manusia yang sulit untuk dikendalikan. Dan, Allah menjadikan orang yang mampu untuk menahan amarahnya sebagai salah satu ciri orang yang bertakwa. Di samping itu Allah akan memberikan pahala kepada orang yang menahan amarahnya lalu memaafkan mereka yang menyakitinya. Allah berfirman, ''Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.'' (Asy-Syuura: 40).

Abu hurairah meriwayatkan bahwa pada suatu hari, seorang lelaki mendatangi Rasulullah SAW. Ia berkata kepada beliau. Ya Rasulullah! Nasihatilah saya! Sabdanya, ''Janganlah engkau marah.'' Lalu beliau ulangkan beberapa kali, dan sabdanya, ''Jangan engkau marah.'' (HR Bukhori).

Penekanan Rasulullah SAW di atas menunjukkan betapa pentingnya menahan amarah. Karena ia adalah penyebab terjadinya pertikaian, perpecahan, dan permusuhan. Dan bila ini terjadi, maka akan membawa dampak negatif kepada umat Islam. Oleh sebab itu pula, Islam tidak membenarkan seorang Muslim untuk saling bertikai dan saling berpaling satu sama lain melebihi dari tiga malam.

Sahabat Abu Bakar ra pernah mendapatkan teguran dari Allah SWT karena kemarahan yang dilakukannya dengan bersumpah untuk tidak memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri Aisyah. Allah berfirman, ''Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat-(nya).

Betapa indahnya dunia ini, jika setiap orang berusaha menahan amarahnya. Pertikaian, kerusuhan, permusuhan di mana-mana tidak akan terjadi. Karena kejahatan yang dibalas dengan kejahatan tidaklah memberikan solusi, namun menambah persoalan dan memperpanjang perselisihan.

Indahnya Membaca Al-Qur'an

Dari Abu Musa Al-Asy`ari berkata, Rasulullah bersabda: "Perumpamaan orang mukmin yang membaca al-Qur`an bagaikan buah limau baunya harum dan rasanya lezat. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca al-Qur`an bagaikan kurma, rasanya lezat dan tidak berbau. Dan perumpamaan orang munafik yang membaca al-Qur`an bagaikan buah raihanah yang baunya harum dan rasanya pahit, dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al Qur`an bagaikan buah hanzholah tidak berbau dan rasanya pahit." Muttafaqun `Alaihi.

Merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk selalu berinteraksi aktif dengan al-Qur`an, dan menjadikannya sebagai sumber inspirasi, berpikir dan bertindak. Membaca al-Qur`an merupakan langkah pertama dalam berinteraksi dengannya, dan untuk menggairahkan serta menghidupkan kembali kegairahan kita dalam membaca Al Qur`an, ada beberapa keutamaan dalam membaca Al Qur`an sebagai berikut :

1. Manusia yang terbaik.

Dari `Utsman bin `Affan, bahwasanya Nabi bersabda : "Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur`an dan mengajarkannya." H.R. Bukhari.

2. Dikumpulkan bersama para Malaikat.

Dari `Aisyah Radhiyallahu `Anha berkata, Rasulullah bersabda : "Orang yang membaca al- Qur`an dan ia mahir dalam membacanya maka ia akan dikumpulkan bersama para Malaikat yang mulia lagi berbakti. Sedangkan orang yang membaca Al Qur`an dan ia masih terbata-bata dan merasa berat (belum fasih) dalam membacanya, maka ia akan mendapat dua ganjaran." Muttafaqun `Alaihi.

3. Sebagai syafa`at di Hari Kiamat.

Dari Abu Umamah al-Bahili berkata, saya telah mendengar Rasulullah bersabda : "Bacalah Al Qur`an, maka sesungguhnya ia akan datang pada Hari Kiamat sebagai syafaat bagi ahlinya (yaitu orang yang membaca, mempelajari dan mengamalkannya)." H.R. Muslim.

4.
Kenikmatan tiada tara

Dari Ibnu `Umar, bahwasanya Nabi SAW bersabda : "Tidak boleh seorang menginginkan apa yang dimiliki orang lain kecuali dalam dua hal; (Pertama) seseorang yang diberi oleh Allah kepandaian tentang al-Qur`an maka dia mengimplementasikan (melaksanakan)nya sepanjang hari dan malam. Dan seorang yang diberi oleh Allah kekayaan harta maka dia infakkan sepanjang hari dan malam." Muttafaqun `Alaihi.


5.
Ladang pahala.

Dari Abdullah bin Mas`ud, Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Al Qur`an) maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan akan dilipat gandakan dengan sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan "Alif lam mim" itu satu huruf, tetapi "Alif" itu satu huruf, "Lam" itu satu huruf dan "Mim" itu satu huruf." H.R. At Tirmidzi dan berkata : "Hadits hasan shahih".

6. Kedua orang tuanya mendapatkan mahkota surga.

Dari Muadz bin Anas, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa yang membaca al-Qur`an dan mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya, Allah akan mengenakan mahkota kepada kedua orangtuanya pada hari kiamat kelak. (Dimana) cahayanya lebih terang dari pada cahaya matahari di dunia. Maka kamu tidak akan menduga bahwa ganjaran itu disebabkan dengan amalan yang seperti ini. " H.R. Abu Daud.

Marilah Kita Kembali kepada Al-Qur`an

Bukti empirik di lapangan terlihat dengan sangat jelas bahwa kaum muslimin pada saat ini telah jauh dari al-Qur`an yang merupakan petunjuk dalam mengarungi bahtera kehidupannya (The Way of Life). Alloh berfirman :

Berkatalah Rasul: "Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan". (QS. 25:30)

Dan mereka (para musuh Islam) berusaha keras untuk menjauhkan kaum muslimin secara personal maupun kelompok dari sumber utama kekuatannya yaitu al-Qur`anul-Karim. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh al-Qur`an mengenai target rahasia mereka dalam memerangi kaum muslimin dalam firman-Nya :

Dan orang-orang yang kafir berkata:"Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka). (QS. 41:26)


Jauhnya umat terhadap al-Qur`anul-Karim merupakan suatu masalah besar yang sangat fundamental dalam tubuh kaum muslimin. Perkara untuk mempedomanii petunjuk Allah SWT melalui kitab-Nya, bukan sekedar perbuatan sunnah atau suatu pilihan. Allah berfirman :

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata. (QS. 33:36)

Tegasnya, menjadikan kitab Allah Subhanahu wa Ta`ala sebagai sumber petunjuk satu-satunya dalam kehidupan dan mengembalikan segala masalah hanya kepada-Nya merupakan suatu keharusan oleh setiap diri kita. Kita sama-sama telah sepakat bahwa dalam menanggulangi masalah kerusakan sebuah pesawat terbang, kita harus memanggil seorang insinyur yang membuat pesawat itu, dan kita sama-sama telah sepakat bahwa seorang pilot yang akan mengoperasionalkan suatu pesawat terbang harus mengikuti buku petunjuk oprasional pesawat yang dikeluarkan dari perusahaan yang memproduksinya. Tetapi mengapa kita tidak mau menerapkan prinsip ini dalam diri kita sendiri. Bahsanya Allah SWT yang telah menciptakan kita dan hanya petunjuk-Nya saja yang benar. Sedang kita mengetahui bahwa pegangan yang mantap dan pengarahan yang benar hanyalah al-Qur̢۪an, Alloh berfirman:

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Q.S. 2 : 120)

Ketika ummat Islam telah jauh dari al-Qur̢۪an, maka musibah dan malapetaka serta segala jenis penyakit hati akan datang silih berganti, sebagaimana yang saat ini kita lihat sendiri secara kasat mata. Hendaknya kita berdoa kepada Allah SWT, semoga Alloh SWT mengerakkan hati dan memudahkan langkah kita dan umat Islam lainnya untuk kembali kepada al-Qur̢۪an dan Sunnah Nabi-Nya sehingga kita menjadi umat yang terbaik dimuka bumi ini.


Tujuan yang pertama dari upaya meluruskan aqidah ini tercermin dalam beberapa hal berikut:

a.Meneguhkan sendi-sendi tauhid.

b.Meluruskan aqidah tentang nubuwah dan risalah.

c.Memantapkan aqidah iman kepada akhirat dan pembalasan.

Kami akan menguraiakan masing-masing di antara tiga unsur ini dalam rincian berikut.

Meneguhkan Sendi-sendi Tauhid

Al-Qur̢۪an menganggap syirik sebagai kejahatan paling besar yang dilakukan manusia.

â€Å“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik,dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”(An-Nisa’:48).

Sebab syirik merupakan kezhaliman terhadap hakikat, pemalsuan terhadap kenyatan dan penurunan martabat manusia dari kedudukannya sebagai pemimpin terhadap alam seperti yang di kehendaki Allah, lalu beralih ke martabat penghambaan dan ketundukan kepada mahkluk, baik yang berupa benda mati,tetumbuhan,hewan,manusia,atu lain-lainnya. Karena itu Allah menjelaskan,

â€Å“Sesungguhnya syirik itu adalaah benar-benar kezhaliman yang besar.”(Lukman:13).

â€Å“Maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu jauhilah perkataan-perkataan dusta,dengan ikhlas kepada Allah,tidak mempersekuukan sesuatu dengan Dia.Barangsiapa yang mempersekutukan dengan Allah,maka adalah ia seolah-olah jatuh dari dari langit lalu disambar oleh burung,atau diterbangkan angina ke tempat yang jauh.”(Al-Hajj:30-31)

Meluruskan Aqidah tentang Nubuwah dan Risalah

Masalah ini dapat di rinci sebagai berikut:

1. Menjelaskan kebutuhan terhadap nubuwah dan risalah,sehinga manusia tidak lagi mempunyai hujjah atas Allah setelah kedatangan para rasul itu.

â€Å“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab(Al-Qur’an) ini,melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihan itu dan menjadi petunjuk dn rahmat bagi kaum yang beriman.”(An-Hah:64)

2. Menjelaskan tugas para rasul untuk menyampaikan gambar gembira dan peringatan kepada manusia. Mereka bukan tuhan yang disembah dan bukan pula anak-anak tuhan,tapi mereka manusia biasa yang mendapat wahyu.

â€Å“Katakanlah,’Sesungguhnya aku ini seorang manusia seperti kalian,yang diwahyukan ke padaku, bahwa sesungguhnya Ilah kalian itu adalah Ilah Yang Mahaesa.’”(Al-Kahfi:110).

Mereka berkuasa menyeru kepada pengesaan Allah dan tidak berkuasa memberikan petunjuk kepada hati dan tidak pula menguasai hati manusia.

â€Å“Maka berilah peringatan, sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.”(Al-Ghasyiyah:21-22)

3. Mendustakan berbagi syubhat yang dibangkitkan orang-orang dahulu para rasul,seperti perkataan mereka,”Kalian hanyalah manusia biasa seperti mereka”atau perkataan mereka,:Sekiranya Allah menghendaki,tentu Dia menurunkan para malikat â€Å“.Lalu Al-Qur,an menyanggah perkataan mereka seperti yang tercermin dalam firman Allah,

â€Å“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka, ‘Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, kan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hyamba-hamb-Nya’.” (Ibrahim:11)

â€Å“Katakanlah: ‘Kalau seandainya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi, niscaya kami turunkan dari langit kepada mereka seorang malaikat menjadi Rasul’”. (Al-Isra’:95)

4. Menjelaskan kesudahan orang-orang yang membenarkan para rasul dan kesudahan orang-orang yang mendustakan mereka. Di dalam Al Qur̢۪an banyak disebutkan kisah para rasul dengan umatnya masing-masing, yang selalu disudahi dengan kehancuran orang-orang yang mendustakan dan keselamatan orang-orang yang percaya kepada mereka.

â€Å“Dan (telah kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. kami tenggelamkan mereka dan kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia. dan kami Telah menyediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih; Dan (Kami binasakan) kaum 'Aad dan Tsamud dan penduduk Rass dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum- kaum tersebut. Dan kami jadikan bagi masing-masing mereka perumpamaan dan masing-masing mereka itu benar benar Telah kami binasakan dengan sehancur-hancurnya.” (Al Furqan:37-39)

â€Å“Kemudian kami selamatkan rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriman, Demikianlah menjadi kewajiban atas kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” (Yunus: 103)

Mantapkan aqidah iman kepada akhirat dan pembalasan

Diantara titik perhatian Al Qur̢۪an dan yang selalu diulang-ulang penyebutannya di dalam surat Makkiyah maupun Madaniyah, ialah masalah iman kepada akhirat dan apa yang terjadi di sana, seperti pembalasan dan hisab, surga dan neraka.

Ada beberapa cara yang diambil Al Qur̢۪an untuk memantapkan aqidah ini, diantaranya:

1. Menghadirkan dalil-dalil tentang kemungkinan kebangkitan, dengan menjelaskan kekuasaan Allah untuk mengambilkan mahluk seperti sedia kala.

â€Å“Dan dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, Kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. dan bagi-Nyalah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ar Rum: 27)

2. Peringatan tentang penciptaan ala yang besar, sehingga penciptaan manusia di samping penciptaan alam yang besar ini termasuk sesutau yang remeh.

â€Å“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan dia tidak merasa payah Karena menciptakannya, Kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya (bahkan) Sesungguhnya dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al Ahqaf: 33)

3. Menjelaskan hikamh Allah dalam pembalasan, agar orang yang berbuat kebaikan tidak sama dengan orang yang berbuat keburukan, agar orang baik tidak sama dengan orang jahat kesudahannya nanti, sehinggga hidup ini menjadi sia-sia. Allah tidak akan berbuat yang seperti itu.

â€Å“Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al Mukminun: 115)

4. Menjelaskan apa yang ditunggu orang-orang Mukmin yang berbuat kebajikan di akhirat, berupa pahala dan ketentraman, dan apa yang dipersiapkan bagi orang-orang kafir yang berbuat kejahatan, berupa siksa dan penyesalan.

5. Menggugurkan berbagai macam persangkaan yang dihembuskan orang-prang kafir dan musyrik, bahwa sesembahan mereka akan memintakan syafaat bagi mereka di sisi Allah pada hari kiamat. Begitu pula angggapan Ahli Kitab yang akan dimintakan Al Qur̢۪an dan dianggap gugur.

â€Å“(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang Telah diusahakannya, (An Najm: 38-39)

â€Å“Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa'at yang diterima syafa'atnya.” (Al Mukmin: 18)

Indahnya Hidup Dibawah Naungan Al-Qur'an

“Dan barangsiapa berpaling dari adz-Dzikr-KU, maka sesungguhnya baginya kehidupan yg sempit dan KAMI akan menghimpunnya pada hari Kiamat dlm keadaan buta.” (QS Thaha, 20:124).

SIKAP RASULULLAH SAW DAN PARA SAHABATNYA TERHADAP AL-QUR’AN

Di dlm kitab Mabahits fi Ulumil Qur’an ust DR Manna Khalil al-Qaththan menggambarkan sikap Nabi Muhammad SAW dan kecintaan beliau kepada al-Qur’an sbb : Adalah Rasulullah SAW itu sangat mencintai wahyu… beliau senantiasa menunggu2 datangnya ayat2 ALLAH SWT dg penuh kerinduan.. Sehingga jika turun suatu ayat, maka tdk terasa bibirnya yg mulia itu segera bergerak2 menirukan ucapan Jibril as sblm wahyu itu selesai dibacakan… Sehingga ALLAH SWT menurunkan ayat yg menjamin Nabi SAW akan hafal seluruh al-Qur’an dan memerintahkan beliau SAW agar sabar mendengarkan dulu sampai ayat tsb selesai dibacakan baru kemudian mengikutinya (QS al-Qiyamah, 17-18).


Hal ini begitu membekas dan mempengaruhi para sahabat ra dan para salafus shalih, sehingga mereka mencurahkan perhatian yg sangat besar terhadap ayat2 al-Qur’an, dan menjadikannya perintah harian dari RABB-nya, sebagaimana perkataan salah seorang sahabat mulia Ibnu Mas’ud ra : “Demi DZAT yg tdk ada Ilah kecuali DIA, tdk ada satupun surah al-Qur’an yg turun kecuali aku mengetahui dimana surah itu turun, di musim panas atau di musim dingin, dan tdklah satu ayatpun dari Kitabullah yg diturunkan kecuali aku mengetahui ttg apa ayat itu turun dan kapan ayat itu turun.”

Perhatian para sahabat dan salafus shalih yg luarbiasa besar ini kepada al-Qur’an bukanlah disebabkan karena pd wkt itu tdk ada peradaban lain yg maju dan modern (karena pd wkt itu dunia telah dikuasai oleh dua super power dg segala khazanah peradabannya, yaitu Byzantium di Barat dan Kisra di Timur), tetapi focusing tsb sengaja dilakukan oleh Rasulullah SAW agar membersihkan jiwa, pola pikir dan kehidupan para sahabat ra, karena proses kebangkitan sebuah generasi akan sangat tergantung pd apa yg menjadi dasar kebangkitan tsb.

Demikian pentingnya pembersihan mindframe ini sehingga beliau menegur Umar ra, ketika ia membaca al-Qur’an dan Taurat secara berganti2 untuk memperbandingkan, kata beliau SAW pada sahabatnya itu : “Buanglah itu! Demi DZAT yg jiwa Muhammad berada ditangan-NYA, seandainya Musa as masih hidup sekarang, maka tdk halal baginya kecuali harus mengikutiku, akulah penghulu para nabi dan akulah penutup para nabi..”

Sehingga sikap generasi sahabat Rasulullah SAW terhadap al-Qur’an adalah :

1. Membaca dengan benar, mengimani ayat-ayatnya dan mentadabburkannya. Firman Allah SWT : “Apakah mereka tidak mentadabburkan al-Qur’an? Ataukah dalam hati mereka ada kunci?” (QS Muhammad : 24).


2. Mencurahkan perhatian yang besar untuk membaca dan mempelajari kandungan al-Qur’an, yang sangat jauh berbeda dengan generasi kaum muslimin saat ini yang demikian jauh dari petunjuk PEMILIK dan PENCIPTA-nya, yang jangankan memahaminya, membacanyapun seolah tak ada waktu… Maha Benar ALLAH dg firman-Nya : “Pada hari dimana berkatalah Rasul : Wahai RABB-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an ini sebagai sesuatu yang ditinggalkan. Dan demikianlah KAMI jadikan bagi setiap nabi, musuh-musuh dari orang-orang yang berdosa, dan cukuplah RABB-mu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (QS al-Furqan : 30-31).

Berkata al-hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya : Yang dimaksud meninggalkan Al-Qur’an dalam ayat ini yaitu mencakup : Mengutamakan hal-hal lain daripada al-Qur’an, tidak beriman pada ayat-ayatnya, tidak mentadabburkannya, tidak memahami apa yg ia baca, tidak mengamalkan ayat-ayat yang dibaca, disibukkan oleh syair-syair, pendapat-pendapat dan lagu-lagu.. (Tafsir Ibnu Katsir, juz III hal 317)

3. Menjadikan Al-Qur’an sebagai standar kehidupan dan sumber pengambilan hukum dalam tiap aspek kehidupan mereka. Dalam salah satu hadits disebutkan:

Dari Harts al-A’war ia berkata : Aku lewat di mesjid dan melihat orang-orang sedang asyik bercerita-cerita, maka aku kabarkan pada Ali ra : Wahai Amirul Mu’minin, tidakkah Anda mengetahui orang sedang asyik bercerita? Maka beliau menjawab : Apakah mereka melakukannya? Maka jawabku : Benar! Maka kata beliau : Adapun aku pernah dinasihati oleh kekasihku SAW : Sesungguhnya kelak akan datang bencana. Maka kataku : Bagaimana jalan keluarnya wahai Rasul Allah? Maka jawab beliau SAW : Kitabullah! Karena di dalamnya terdapat kabar tentang ummat-ummat sebelum kalian, dan berita-berita tentang apa yang akan terjadi setelah kalian, dan hukum-hukum bagi apa yang terjadi di masa kalian, ia adalah jalan yg lurus dan tidak ada kebengkokan, tidaklah para penguasa yang meninggalkannya akan dihinakan ALLAH, dan tidaklah orang yang mencari petunjuk selainnya akan disesatkan ALLAH, dia adalah tali ALLAH yang sangat kokoh, cahaya-NYA yang terang benderang, peringatan-NYA yang paling bijaksana, jalan-NYA yg paling lurus. Dengannya tidak akan pernah puas hati orang yang merenungkannya, dan tidak akan bosan lidah yang membacanya, dan tidak akan lelah orang yang membahasnya. Tidak akan kenyang ulama mempelajarinya, tak akan puas muttaqin menikmatinya. Ia tak akan bisa dipatahkan oleh banyaknya penentangnya, tak akan putus keajaibannya, tak akan henti-henti jin yg mendengarkannya berkata : Sungguh kami telah mendengar Al-Qur’an yg menakjubkan… Barangsiapa yang mempelajari ilmunya akan terdahulu,
barangsiapa yang berbicara dengannya akan benar, barangsiapa berhukum dengannya akan adil, barangsiapa yang beramal dengan membacanya akan dicukupkan pahalanya, dan barangsiapa yang berdakwah kejalannya akan diberi hidayah ke jalan yg lurus. Amalkan ini wahai A’war..
(HR ad-Darami dan teks ini darinya, juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ia berkata hadits gharib)

Keadaan Ummat Terdahulu (orang-orang Kafir) terhadap Kitab-kitab Mereka.

Marilah kita bercermin pada profil ummat-ummat terdahulu terhadap kitab-kitab mereka dan marilah kita bandingkan dengan keadaan kita masing-masing, agar kita tidak tersesat sebagaimana mereka dahulu telah tersesat dari jalan ALLAH SWT :


1. Ummi (Bodoh tidak dapat membaca dan memahaminya)

“Dan diantara mereka ada orang-orang yang ummi, tidak mengetahui isi Taurat, kecuali cerita-cerita dari orang-orang lain saja dan mereka hanya menduga-menduga saja.” (QS al-Baqarah : 78)

2. Beriman secara parsial

“Apakah kalian beriman pada sebagian Taurat dan ingkar kepada sebagian yg lain.” (QS al-Baqarah : 85)

3. Berusaha untuk berpaling dari Al-Qur’an kepada selainnya

“Dan sesungguhnya mereka hampir-hampir memalingkan kamu dari apa yang telah KAMI wahyukan kepadamu, agar kamu membuat selain al-Qur’an secara bohong terhadap KAMI, dan kalau sudah demikian tentulah mereka mengambilmu sebagai sahabat setia …” (QS al-Isra : 73)

4. Sengaja menghindar dari pengaruh Al-Qur’an

“Dan orang-orang kafir berkata : Janganlah kalian mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kalian dapat mengalahkannya.” (QS Fushshilat : 26)

5. Cinta dunia dan takut mati

“Sekali-sekali janganlah begitu! Sebenarnya kalian (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan lari dari akhirat.” (QS al-Qiyamah : 20-21)

Sarana Dakwah Ikhwan

Sarana Da'wah Ikhwan secara Global:

Wasilah (sarana) untuk merealisasi sasaran-sasaran tersebut telah disebutkan oleh ustadz Hasan al-Banna rahimahullah: "Sarana kita dalam mengokohkan da'wah, dapat diketahui secara jelas, dan dapat dibaca oleh semua orang yang ingin mengetahui sejarah jama'ah. Ringkasan semua itu ada pada dua kalimat yakni: Iman dan amal, cinta dan persaudaraan (Ukhuwah).

Apa yang paling banyak dilakukan Rasulullah saw. tidak lain adalah menda'wahkan manusia pada keimanan dan amal. Kemudian memadukan hati kaum mu'minin di atas pilar cinta dan persaudaraan. Lalu terpadulah antara kekuatan 'aqidah dan kekuatan persatuan.

Dalam kesempatan lain, Ustadz al-Banna rahimahullah mengatakan: "Sarana-sarana umum bagi da'wah tidak berubah, tidak berganti dan tidak lain dari aspek iman yang dalam (Imaan 'amiiq), pembentukan yang cermat (takwiin daqiiq), dan amal yang berkesinambungan (amal mutawashil)".

Selain itu, Syaikh telah menyebutkan bahwa rukun-rukun sarana dalam da'wah ada tiga: Manhaj yang benar (minhaj shahih), orang mu'min yang beramal (mu'minun 'amilun), dan pemimpin yang tangguh dan dipercaya (qiyadah hazimah mautsuq biha).

Melalui penjelasan singkat di atas, kita dapat mengetahui misi utama da'wah ikhwan, yakni melakukan ishlah dalam diri ummat Islam. Sebagaimana kita mengetahui salah satu dari faktor penting yang diperlukan untuk melakukan misi tersebut ada pada ungkapan Ustadz al-Banna: Pemimpin yang tangguh dan dipercaya.

Sebab sesungguhnya setiap amal yang bertolak dari selain permulaan ini, tidak dapat bertahan lama dan langgeng. Lebih dibutuhkan lagi pemimpin yang mampu melakukan pembaruan, penelitian, dan melaksanakan kewajiban seluruhnya sebagaimana kemashlahatan ummat Islam seluruhnya.

Karenanya, mencari unsur kepemimpinan Islam dalam hal ini, membinanya, dan memberinya peran yang sesuai merupakan masalah asasi dan penting dalam amal Islam, sehingga jalan da'wah harus sungguh-sungguh cermat mewujudkannya.

Pemimpin harus memiliki iman yang mengakar, mampu mengurus amaliyah kaderisasi (takwin) secara detail dan biasa melakukan pekerjaan terus menerus di atas petunjuk minhaj yang shahih dan melalui kerja bersama-sama para du'at lainnya.

Rincian Sarana Da’wah Ikhwanul Muslimin

Pertama, menyebarkan da'wah melalui semua sarana sampai dapat dipahami oleh opini umum dan mereka dapat menjadi penolong da'wah didorong oleh aqidah dan iman.

Kedua, menyaring semua unsur-unsur baik untuk dijadikan pilar pendukung yang kokoh bagi fikrah ishlah (perbaikan).

Ketiga, memperjuangkan perundang-undangan hingga suara da'wah Islam dapat berkumandang secara formal dan legal di pemerintahan sekaligus mendukungnya dan menjadi kekuatan dalam pelaksanaannya.

Di atas landasan ini, Ikhwan mengajukan calon mereka dalam pemilihan parlemen ketika datang saat yang tepat pada ummat untuk melakukannya. Kami percaya keberhasilan da'wah yang merupakan pertolongan Allah swt., selama kami mengharapkan itu kepada Allah swt. semata. “Dan niscaya Allah akan menolong orang yang menolong (agama)- Nya. Sesungguhnya Dia Maha Kuat dan Maha Mulia.” (QS. al-Hajj: 40)

Keempat, manhaj (metode) yang benar. Ikhwan telah mendapatkannnya dalam al-Qur'an, sunnah Rasul-Nya dan melalui berbagai hukum Islam ketika kaum muslimin memahaminya secara bersih, jauh dari tambahan unsur asing dan kedustaan. Ikhwan melakukan kajian terhadap Islam di atas landasan ini dengan mudah, luas disertai penguasaan yang menyeluruh.

Kelima, kaum mu'minin yang beramal atau aktivis muslim. Ikhwan menerapkan apa yang mereka pahami dari Agama Allah, penerapan menyeluruh tanpa pandang bulu. Ikhwan, alhamdulillah, mengimani fikrah, meyakini tujuan, dan percaya dengan pertolongan Allah kepada mereka selama mereka bekerja untuk-Nya serta berada di atas petunjuk Rasulullah saw.

Keenam, kepemimpinan yang tangguh dan dipercaya. Ikhwanul Muslimin telah mendapatkannya. Anggota Ikhwan taat pada pimpinannya, dan beramal di bawah benderanya.

Di samping sarana-sarana umum ini masih ada sarana tambahan lain yang digunakan Ikhwan yang bersifat positif. Ada yang sesuai dengan 'urf (kebiasaan yang dikenal) masyarakat Islami, dan ada yang keluar darinya, atau bahkan berlawanan. Ada yang dilakukan secara lemah lembut, dan ada yang dilaksanakan secara tegas dan keras. Semuanya dilakukan untuk keberhasilan da'wah dengan izin Allah.

Terkadang Ikhwan dituntut berlawanan dengan adat dan kebiasaan jahili yang ada di masyarakat. Toh pada hakikatnya, misi da'wah tidak lain adalah upaya perubahan dari adat, kebiasaan dan kondisi yang tidak Islami.

Singkatnya, tujuan asasi Ikhwanul Muslimin, sasarannya yang paling utama, perbaikan yang diinginkan dan mereka persiapkan untuknya adalah: Islah secara menyeluruh dan sempurna, ditopang oleh kekuatan ummat dan diarahkan untuk seluruh ummat, mencakup perubahan dan pergantian seluruh kondisi yang negatif.

Ikhwanul Muslimin menyuarakan da'wah, mengimani manhaj, memperjuangkan aqidah, beramal dalam rangka menunjukkan manusia pada sebuah sistem kemasyarakatan yang mencakup segenap aspek kehidupan bernama: Islam. Diturunkan oleh Ruhul Amin (Jibril) kepada hati Sayyidil Mursalin Muhammad saw. agar ia menyampaikan peringatan melalui bahasa Arab yang terang.

Ikhwan ingin membangkitkan sebuah ummat Islam ideal yang memeluk Islam secara benar dan menjadikannya sebagai petunjuk dan imam. Hingga manusia mengetahuinya sebagai negara al-Qur'an yang sepenuhnya bersandar pada al-Qur'an, yang menda'wahkannya, yang berjihad di jalannya, yang berkorban di atas jalannya, dengan jiwa dan harta.

Sarana-sarana ini memerlukan kesabaran berlipat ganda. Ustadz Hasan al-Banna rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya jalan kalian telah ditentukan langkah-langkahnya, ditetapkan batasan-batasannya. Aku tidak ingin melanggar batasan ini yang telah aku yakini sebagai jalan yang menjamin sampai pada tujuan...

"Benar, ini merupakan perjalanan yang panjang, akan tetapi di sana tidak ada lagi selain jalan ini. Sesungguhnya sikap rujulah (kejantanan) itu tampak pada sikap sabar, kesungguhan dan amal yang terus menerus. Maka barang siapa di antara kalian ingin terburu-buru memetik buah sebelum saat matangnya, atau mengambil bunga sebelum masanya, aku tidak bersama mereka dalam hal tersebut.

"Lebih baik baginya untuk keluar dari da'wah ini kepada selainnya. Tetapi barang siapa yang bersabar bersamaku hingga biji telah tumbuh menjadi sebuah pohon dan menghasilkan buah hingga tiba saatnya untuk dipetik, maka Allah yang akan membalasnya sebagaimana balasan untuk orang-orang muhsin, yakni kemenangan atau kekuasaan, mati syahid atau kebahagiaan."

Kesabaran adalah sikap yang tak kenal putus asa. Karenanya Syaikh Hasan al-Banna rahimahullah mengatakan, "Janganlah kalian berputus asa, sebab putus asa bukanlah bagian dari akhlak ummat Islam. Kenyataan hari ini adalah impian hari kemarin. Dan impian hari ini adalah kenyataan hari esok.

"Waktu masih terhampar luas. Bangsa kalian yang beriman masih mengandung unsur-unsur bersih yang kuat dan potensi yang sangat besar, walaupun fenomena kerusakan demikian merajalela di antara mereka.

Pihak yang lemah, tidak selamanya menjadi lemah. Sebaliknya pihak yang kuat tak selamanya menjadi kuat. “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orangyang mewarisi (bumi)." (QS. Al-Qashash: 5)

Sesungguhnya perjalanan waktu akan menyingkap banyak peristiwa-peristiwa besar. Kesempatan masih terbuka bagi amal-amal agung. Dunia menanti da'wah kalian. Da'wah hidayah, cahaya, dan keselamatan, agar dapat membebaskannya dari derita sakit. Peran kalian adalah memimpin dunia.

"Dan hari-hari itu akan Kami (Allah) gilirkan di atara manusia. Kalian mengharapkan pada Allah sesuatu yang tidak dapat mereka harapkan kepada-Nya. Maka bersiaplah, beramallah sekarang juga, mungkin kalian tak mampu lagi beramal esok hari."

Kepada mereka yang bersemangat di antara kalian saya anjurkan untuk menanti perputaran zaman. Kepada mereka yang masih tinggal diam, saya anjurkan agar bangkit dan beramal, karena tidak ada istirahat bersama jihad.”

"Dan orang-orang yang berjihad di jalan Kami, niscaya akan Kami tunjukkan mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah pasti bersama orang-orang yang muhsinin." (QS. al-Ankabut: 69)

Teruslah maju ke depan. Allahu Akbar wa lillahil hamd.

Karena itu pula Syaikh Sa'id Hawwa rahimahullah mengatakan, "Imam al-Banna telah meletakkan prinsip untuk pemahaman, prinsip dalam pembinaan, prinsip dalam organisasi, dan prinsip dalam berstrategi dan berharakah.

Selanjutnya, beliau membiarkan pintu terbuka untuk bermacam-macam perbedaan pendapat yang tidak membahayakan persatuan jama'ah, selama tetap berpegang teguh dan terikat pada prinsip-prinsip tersebut.

Sebab itulah, Hasan al-Banna berhasil mendirikan sebuah bangunan yang tetap sesuai dengan berbagai kondisi zaman. Imam al-Banna berhasil membentuk lingkaran global yang mampu menghimpun seluruh kaum muslimin pada satu fikrah dan tanzhim. Beliau berhasil memadukan seluruh pemikiran yang positif, dan menyaring pemikiran yang keliru. Dalam da'wahnya, dapat dipadukan seluruh kebaikan yang mungkin menjadi faktor pemecah dalam organisasi selainnya. Sebaliknya, Ikhwan mampu menjauhi da'wah dari segala keburukan dan kerancuan."

Secara khusus, Ustadz Sayyid Quthb rahimahullah mengungkapkan kekagumannya terhadap kejeniusan Hasan al-Banna dalam dua sisi penting:

Pertama, kemampuannya membina ruh dan jiwa secara seimbang terhadap anggota harakah, melalui porsi yang sesuai antara ilmu, ruh dan harakah, dan antara spesialisasi pendidikan Islam dari sisi lain.

Kedua, kemampuan pembinaan organisasi bagi Jama'ah. Jama'ah Ikhwan adalah jama'ah pelopor amal jama'i (kerja kolektif) yang pertama kali muncul dalam bentuk sebuah partai Islam.

(Buku Ikhwanul Muslimin; Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan Oleh Syaikh Jasim Muhalhil)

Sikap Ikhwan terhadap Umat

Sikap Ikhwan terhadap Ummat

A. Terhadap Ummat Manusia secara Umum

Ustadz Hasan al-Banna rahimahullah menyebutkan: Sikap masyarakat terhadap da'wah beragam. Ada ummat Islam berjiwa mujahid. Sikap kita terhadap mereka adalah loyal, selama mereka loyal kepada kita, meskipun terdapat perbedaan dengan ijtihad-ijtihad kita.

Ada juga kaum muslimin yang berdiam diri karena udzur. Sikap kita terhadap mereka adalah da'wah dan nasihat. Ada kaum dzimmi yang tidak melanggar janji, sikap kita dengan mereka adalah sama-sama bertanggung jawab. Ada kaum dzimmi yang merusak perjanjian, berarti mereka menjadi pihak yang patut diperangj.

Ada juga pihak yang menjalin janji dan masuk ke dalam negara kita, di bawah jaminan keamanan kita secara bebas, mereka tidak boleh disakiti.

Empat Kelompok Ummat Islam

Di hadapan kita, ada empat kelompok ummat Islam. Pertama, orang yang percaya terhadap da’wah kita, membenarkan perkataan kita dan tertarik dengan prinsip-prinsip kita. Hatinya merasa puas dan tentram, mengajak mereka agar segera bergabung dan bekerja bersama kami hingga semakin memperbanyak jumlah para mujahidin, dan suara da’wah makin lantang.

Tidak ada artinya keimanan tanpa diikuti dengan amal. Tak ada gunanya ‘aqidah yang tak mendorong pemiliknya untuk mewujudkan secara nyata dalam sikap dan pengorbanan di atas jalannya.

Demikianlah para as-sabiqunal awwalun, orang-orang yang dada mereka diterangi Allah swt. dengan hidayah. Mereka mengikuti para Anbiya, beriman dengan risalahnya dan berjihad di jalannya dengan sebenar-benarnya jihad.

Mereka akan memperoleh balasan besar dari Allah swt., ditambh pahala orang-orang yang mengikuti mereka, tanpa sedikitpun mengurangi nilai pahala yang diberikan khusus untuk mereka.

Kedua, kelompok orang yang ragu-ragu, belum memperoleh kejelasan tentang kebenaran dan belum mengetahui makna perkataan kami tentang ikhlash dan manfaat. Kami tidak mengabaikan kelompok ini disebabkan keraguannya.

Dan kami wasiatkan agar mereka banyak menjalin hubungan dengan kami secara intensif, mmbaca risalah-risalah kami dari jauh maupun dekat, menelaah buku-buku kami, menghadiri acara-acara umum kami, serta mengenali pribadi ikhwan-ikhwan kami. Insya Allah, kelak hatinya akan cenderung kepada kami.

Demikianlah keadaan orang-orang yang mulanya ragu terhadap pengikut para rasul.

Ketiga, orang yang tak ingin mengerahkan perannya kecuali bila melihat ada keuntungan material di baliknya. Kami mengatakan kepada mereka, bahwa kami tidak dapat mewujudkan angan-angan anda kecuali pahala dari Allah swt. bila anda ikhlas, dan surga bila Dia mendapati kebaikan Anda.

Adapun kami, adalah orang-orang yang tidak memiliki jabatan, miskin harta. Keadaan kami adalah mengorbankan apa yang kami miliki dan mengerahkan semua yang kami sanggupi untuk da 'wah.

Harapan kami berpulang pada ridha Allah swt. semata. Dia-lah sebaik-baiknya Pelindung dan Penolong. Bila Allah berkenan menyingkapkan selaput dan membuka katup ketamakan hatinya, niscaya ia mengetahui Allah mempunyai yang lebih baik dan kekal. Kemudian ia segera bergabung dengan kelompok pejuang agama Allah, mengorbankan hartanya di dunia, semata-mata mengharap pahala dari Allah kelak.

“Apa yang di sisimu akan lenyapl dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang- orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl: 96)

Bila tidak yang jelas Allah Maha kaya dari siapapun yang tidak memprioritaskan hak Allah dalam hartanya, dunianya, akhiratnya, matinya dan hidupnya. Demikianlah keadaan kaum seperti mereka di zaman Rasulullah saw.

Mereka menolak berbai'at dengan Rasulullah saw., kecuali dengan syarat meraih keuntungan setelahnya. Jawaban Rasul saw. tidak lain memberi tahu bahwa bumi Allah akan diwariskan kepada hamba-hamba-Nya yang ia kehendaki, dan semuanya akan dikembalikan untuk mereka yang bertaqwa.

Keempat, orang yang buruk sangka kepada kami, hatinya diliputi purbasangka terhadap da'wah kami. Hanya memandang kami secara negatif, hanya mencaci dan penuh curiga. Mereka menolak untuk melepas sikap tersebut, dan tetap tenggelam dalam kesombongan, hanyut dalam keraguan dan praduganya.

Kami berdo'a kepada Allah untuk kami dan dia. Semoga Dia memperlihatkan kebenaran itu adalah benar dan menjadikan kami sebagai pengikutnya. Memperlihatkan kebathilan itu adalah bathil dan menjauhkan kami darinya.

Semoga kami dan dia memperoleh petunjuk dari Allah swt. Kami berdo'a untuknya, dan menyeru mereka. Dan kami berdo'a dalam hal ini. Hanya Allah sajalah tempat berharap.

Allah swt. telah menurunkan nabi-Nya yang mulia pada kelompok manusia, dan Dia berfirman, "Sesungguhnya engkau tidak dapat memberi petunjuk orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah memberi petunjuk siapapun yang ia kehendaki." (QS. al-Qashash: 56)

Meskipun demikian kami tetap mencintainya, mengharapkan kedatangannya, dan kepercayaannya terhadap da'wah kami. Syi'ar kami terhadapnya sebagaimana ditunjukkan oleh Rasul Mushthofa saw. dahulu: "Ya Allah, ampunilah kaumku karena mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui.”

B. Sikap Ikhwanul Muslimin terhadap Organisasi Islam Lainnya

USTADZ al-Banna rahimahullah mengatakan: "Sikap kita terhadap berbagai organisasi Islam manapun, berdiri di atas landasan cinta dan persaudaraan, ta'awun dan loyal.

"Kami mencintainya dan bekerja sama dengannya. Kami berusaha mendekatkan berbagai pendapat, sepakat di atas perbedaan pemikiran hingga kebenaran dapat menang di bawah naungan sikap saling ta'awun dan cinta.

"Perbedaan pendapat dalam fiqih, juga perselisihan madzhab tidak memisahkan antara kami dan mereka. Sesungguhnya agama Allah itu mudah. Dan tidak ada yang terlalu memperberat masalah agama kecuali ia akan dikalahkan olehnya.

"Allah swt. telah menunjukkan kami satu khittah ideal agar kami memenangkan kebenaran secara lembut, simpatik, dan diterima oleh akal. Kami yakin bahwa kelak akan datang suatu masa, di mana semua nama, julukan, kelompok, perbedaan-perbedaan teoritis, seluruhnya diganti oleh kesatuan amal yang menghimpun semua barisan pasukan Muhammad. Semuanya adalah saudara sesama muslim, yang berjuang demi agama, dan berjihad di jalan Allah.

Ikhwanul Muslimin mengetahui bahwa menghimpun seluruh manusia dalam masalah far'iyat adalah tuntutan mustahil. Bahkan berlawanan dengan tabi'at din. Sesungguhnya Allah menginginkan agama ini kekal dan langgeng di setiap zaman. Masalah ini adalah teramat mudah bagi Allah.

Karena itu, Ikhwan mentolerir mereka yang berbeda pendapat dalam masalah far'iyat. Memandang bahwa perselisihan selamanya tidak akan menjadi penghalang keterikatan hati, saling cinta dan ta'awun di atas kebaikan. Agar mereka seluruhnya dapat terhimpun dalam makna Islam yang luas dengan batas-batasnya yang paling utama.dan pa1ing luas.

Para sahabat Rasulullah saw. berselisih dalam hal fatwa. Tapi apakah hal itu memunculkan perpecahan hati di antara mereka? Apakah persatuan mereka terobek-robek oleh perselisihan?

Tidak sama sekali. Contoh terdekat dalam masalah ini adalah hadits shalat Ashar di Bani Quraizah. Sekiranya mereka telah berselisih pendapat, padahal mereka manusia yang paling dekat dengan masa kenabian, paling paham terhadap seluk beluk hukum, mengapa kita saling bermusuhan karena perbedaan pendapat?

Sekiranya para imam madzhab, mereka manusia yang paling tahu dengan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, berbeda pendapat, dan berdiskusi satu sama lain, dan tetap pada jalinan ukhuwah mengapa kita tidak mampu bersikap seperti mereka?

Sekiranya perselisihan telah terjadi dalam masalah-masalah far'iyat yang paling terkenal, seperti adzan yang dikumandangkan lima kali dalam satu hari, sebagaimana diriwayatkan dalam nash dan atsar, apalagi dalam masalah yang lebih rumit, yang rujukannya adalah pendapat dan istimbath?

(Buku Ikhwanul Muslimin; Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan Oleh Syaikh Jasim Muhalhil)

Manhaj Aqidah dalam Dakwah

Kami mendapati Ikhwan meletakkan perhatian demikian besar dalam membangun aqidah pada diri anggotanya. Hingga manusia bebas dari penghambaan selain Allah. Sehingga jiwa para lelaki, wanita, dan anak-anak mereka, setiap waktu siang dan malam selalu menyerukan tidak ada ketundukan mutlak kecuali kepada Allah, tidak ada taat kepada makhluk dalam berma'shiat kepada al-Khaliq, tidak ada takut kecuali kepada Allah swt., dan tidak ada keutamaan kecuali dari sisi Allah swt.

“Katakanlah, “Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu..” (QS. Al-An’am: 164)

“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan padamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan padamul maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (QS. al-An’am: 17)

“Katakanlah, “Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan...' (QS. al-An'am: 14)

“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) selain Allah...?" (QS. az-Zumar: 36)

Permusuhan antara thagut dan aqidah Islamiyah merupakan sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu. Karenanya, penguasa diktatorlah yang paling sensitif merasakan bahaya aqidah ini, disebabkan kediktatorannya. Ibrahim 'alaihissalam dipanggil oleh Namrud dengan kesombongan kekuasaannya. Kemudian terjadi dialog antara Ibrahim dan raja sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an.

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, 'Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,' orang itu berkata, 'Saya dapat menghidupkan dan mematikan.' Ibrahim berakta, 'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari Barat.' Lalu heran dan terdiamlah orang kafir itu, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. al-Baqarah: 258)

Raja dikalahkan ketika Ibrahim memasukkan aqidah Islam dalam dialog. Ia kehilangan akal dan tak tersisa dalam benaknya kecuali rasa khawatir dan takut. Akhirnya, ia perintahkan untuk membakar pejuang aqidah ini, dengan harapan agar aqidahnya turut terbakar bersama Ibrahim ‘alaihissalam, dan seterusnya ia dapat merasa tenang tanpa ada hambatan yang menghalangi kediktatorannya.

"Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah tidak mampu memberikan rizki kepadamu, maka mintalah rizki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan." (QS. al-Ankabut: l7)

"Maka tidak ada jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan, "Bunuhlah atau bakarlah dia," lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman." (QS. al- Angkabut: 24-25)

Demikianlah sisi perhatian Ikhwan terhadap aqidah secara umum. Adapun dalam masalah manhaj, Ikhwan tidak keluar dari apa yang dilakukan salafushalih radhiallahu'anhum:

Yang Terkait dengan Masalah Bid'ah

Dalam prinsip ke sebelas, Syaikh Hasan al-Banna rahimahullah mengatakan: "Semua bid'ah dalam agama Allah yang tidak mempunyai landasan, tapi hanya dianggap baik oleh manusia dengan hawa nafsu mereka, baik dalam hal menambah atau mengurangi ajaran Islam, adalah sesat yang wajib diperangi dan dilenyapkan dengan cara yang paling baik serta tidak justeru menimbulkan keburukan yang lebih besar dari sebelumnya."

Perang terhadap bid’ah telah dijelaskan landasan umumnya oleh Sa'id Hawwa rahimahullah: "Bid'ah yang telah disepakati para fuqaha atas keharamannnya adalah sesatu yang harus diperangi dan dilenyapkan. Akan tetapi, kita mempunyai landasan umum syari'at yang harus dipelihara, yaitu: Upaya merubah suatu kemungkaran bila mengakibatkan munculnya kemungkaran yang lebih besar dari kemungkaran yang pertama, maka harus mencari cara lain untuk merubahnya atau bahkan diam."

"Karena itu, Ibnu Taimiyyah rahimahullah tidak mengizinkan murid-muridnya melarang pasukan Tatar meminum minuman keras. Sebab bila mereka mabuk, dan tertidur, berarti kejahatan mereka akan lebih sedikit terhadap kaum muslimin. Tapi bila mereka sadar, dan tidak mempunyai kesibukan, mereka akan merampas harta benda kaum muslimin atau membunuh mereka.

Manhaj Ikhwan Terhadap Asma dan Sifat

Ustadz Hasan al-Banna menegaskan manhaj tersebut: Pertama, bahwa asma Allah dan sifat-sifat-Nya adalah tauqifiyah (di luar arena ijtihad). Beliau mengatakan:

"Ketahuilah bahwa mayoritas kaum muslimin sepakat bahwa tidak dibenarkan menyebutkan nama dan sifat atas Allah swt. yang tidak disebutkan secara syara'. Meskipun nama tersebut dianggap mengandung kesempurnaan.

"Tidak dibenarkan seseorang mengatakan 'Insinyur Alam yang mahaagung', atau "Direktur Utama seluruh makhluq" dan sebagainya. Asma dan sifat Allah harus berdasarkan istilah yang disebutkan oleh-Nya. Akan tetapi bila perkataan disebutkan untuk tujuan menjelaskan sifat Allah dan mendekatkan pemahaman, itu dibolehkan. Meskipun yang lebih utama adalah tidak melakukannya, disebabkan penghormatan kepada Allah swt. "

Kedua, Tentang kelompok-kelompok dalam masalah asma dan sifat-sifat Allah, Syaikh al-Banna menyebutkan: “Dalam hal ini, manusia terbagi dalam empat kelompok:

Kelompok pertama.

Kelompok yang memahaminya secara tekstual apa adanya, dan menisbatkan wajah Allah pada penggambaran wajah sebagaimana ciptaan-Nya, tangan sebagaimana tangan mereka, tertawa sebagaimana tertawanya mereka, dan seterusnya, hingga menganggap Tuhan sebagai seorang tua, dan ada pula yang menggambarkannya sebagai pemuda. Mereka, kelompok mujassimah (paham menjasadkan) dan musyabbihah (penyerupaan), sama sekali keluar dari aqidah Islam. Perkataan mereka sedikitpun tidak mengandung kebenaran.

Kesesatan mereka cukup dijelaskan oleh firman Allah swt. : "Tidak ada yang menyerupainya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. asy-Syuraa: 11)

“Katakanlah: “Allah itu Esa. Allah tempat meminta. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak sesuatupun yang menyerupai- Nya.” (QS. al-Ikhlash: 1-3)

Kelompok Kedua.

Kelompok yang meniadakan arti lafadz-lafadz tersebut, dengan maksud menafikan petunjuknya secara mutlak dari Allah swt. Bagi mereka, Allah swt. tidak berkata-kata, tidak mendengar, tidak melihat dan sebagainya. Karena hal itu tak mungkin terjadi kecuali dilakukan oleh anggota tubuh Allah. Dan Allah swt. pasti tidak memiliki anggota tubuh. Karena alasan tersebut, mereka mengingkari sifat -sifat Allah swt., dan menampakkan kesucian-Nya.

Mereka adalah kelompok mu'atthilah (paham meniadakan), sebagian ulama tarikh menyebut mereka sebagai Kelompok Jahmiyah. Saya tidak mengira seseorang menerima logika perkataan yang simpang siur ini.

Kedua kelompok di atas adalah sesat, tidak ada gunanya untuk diperhatikan. Di hadapan kita tinggal tersisa dua pendapat yang menjadi perhatian para ulama aqidah sekaligus keduanya merupakan pendapat para salaf (ulama terdahulu) dan khalaf (belakangan)."

Singkatnya, setelah menyebutkan dua pendapat tersebut, al-Banna mengatakan: "Kami yakin, bahwa pendapat salaf terhadap asma dan sifat Allah swt., baik sukut (tanpa komentar), ataupun tafwidh (menyerahkan hakikat artinya kepada Allah), adalah lebih benar dan lebih utama diikuti, untuk mencegah unsur-unsur ta'wil dan ta'thil. Bila Anda termasuk orang yang dikaruniai ketenangan iman, dan sejuknya keyakinan. Janganlah anda rela mengambil altematif lain selain hal ini."

Sebagai tambahan apa yang kami kemukakan tentang perkataan Imam Hasan al-Banna rahimahullah kami sebutkan pula teks perkataan Ustadz Umar Tilmisani rahimahullah dalam masalah ini.

Beliau mengatakan: "Ikhwanul Muslimin mengakui, Allah swt. menjadikan jin dan manusia supaya mengabdi kepada-Nya. Ibadah inilah yang menghantarkan mereka mengenal keagungan, ketinggian dan kekuasaan Allah swt. Dan berakhir pada ujung perjalanan dengan taubat dan kembali memohon ampunan kepada-Nya.

"Dan Aku tidak jadikan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”' (QS. adz-Dzariyat: 56)

“Karena sesungguhnya Dia-lah Yang Awal dan Akhir, Dzahir dan Bathin, segalanya berjalan atas kehendak-Nya. Semua perkara dikembalikan kepada-Nya. Kami lebih mencintai-Nya dari harta-anak-anak dan diri kami sendiri, dengan hati ikhlas dan ridha. Kami senantiasa berada dalam wilayah-Nya supaya senantiasa inngat. Pikiran dan hati tenang dan tentram. Jiwa kami berbahagia, bergembira, dan ridha kepada-Nya."

“Katakanlah, "Hanya dengan berdzikir kepada Allah sajalah hati menjadi tenang.” (QS. ar-Ra'd: 28)

Dengan berdzikir kepada-Nya, Ikhwanul Muslimin mengenali Allah. Mereka juga senantiasa bertaubat dalam setiap kesempatan. Dikatakan kepada Ibnu Abbas ra.: "Dengan apa anda mengenal Rabb-mu?"

Beliau menjawab: "Barangsiapa mencari agamanya dengan "qiyas" sepanjang masanya, ia akan selalu berada dalam kesamaran, dijalan yang bengkok dan akhimya keluar dari manhaj yang lurus. Aku mengenal Dia tentang diri-Nya menurut apa yang Dia sifatkan tentang diri-Nya."

Demikianlah apa yang diyakini oleh Ikhwanul Muslimin, sebanding lurus dengan keyakinan para salaf."

“Salafiyahnya Ikhwanul Muslimin nampak jelas dalam ma'rifat mereka terhadap kebenaran. Mereka membicarakan, mempertahankan, membela dan berkorban untuk kebenaran. Kaidah perdebatan dilakukan menurut pendekatan para salafushalih adalah dengan hikmah.

Cara demikian lebih baik karena lebih mendekatkan kepada fikiran manusia dan menarik jiwa mereka untuk menghampiri kebenaran. Selain itu, hal tersebut akan mendorong mereka taat setia kepada Allah swt. Demikianlah cara dan gaya salafushalih mengenal Allah."

"Tinggi rendahnya martabat seorang muslim diukur berdasarkan taqwa. Ukuran harapanya kepada Allah swt. menurut tinggi rendahnya ma'rifat kepada Allah Yang Maha Agung. Sejauh mana iman dan keyakinan kepada Allah, maka sejauh itulah kesungguhan mereka dalam melaksanakan taat beribadah."

'Maha Agung nama Rabb-mu yang mempunyai keagungan dan kemuliaan." (QS. ar-Rahman: 78)

"Manusia yang paling mengenal Allah swt. itulah yang paling cinta dan paling takut kepada Allah. "

Rasulullah saw. bersabda: "Ketaqwaanku telah ditimbang dibanding dengan ummat, Lalu timbanganku lebih berat, kemudian ditimbanglah Abu Bakar, timbangannya lebih berat, kemudian ditimbanglan Umar dan timbangannyapun lebih berat. Setelah itu timbangan diangkat."

Rasulullah s.a.w bersabda, "Demi Allah sesungguhnya akulah yang lebih takut kepada Allah daripada, kalian dan akulah yang paling taqwa kepada-Nya dari kalian."

Sebagai salafiyun, Ikhwanul Muslimin beriman dengan asma'ul husna sebagaimana adanya. Beriman dengan sifat-sifat tersebut dalam al-Qur'an tanpa ta'wil. Mereka tidak menyamakan Allah swt. dengan sesuatu sebagaimana golongan mujassimin yang berpendapat bahwa Allah swt. mempunyai tangan dan mata seperti tangan dan mata kita. Maha suci Allah dari yang demikian.

"Tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan Dia dan Dia-Iah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. asy-Syu’ara: 11)

"Kami berpendapat, Dia bertahta di atas Arsy sebagaimana yang dikatakan Imam Malik: "Bertahta Itu ma'qui (dipahami), dan caranya majhul (tidak diketahui), beriman kepadanya adalah wajib dan mempersoalkannya adalah bid'ah.

Kami salafiyyun dalam hal kerohanian dan tingkah laku kami. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah atsar yang maknanya:

"Akulah Allah. Tidak ada ilah selain Aku. Raja segala raja. Hati dan ubun para raja ada di tangan-Ku. Maka barang siapa yang taat kepada-Ku, Aku jadikan segenap hati para raja tumbuh rasa rahmat terhadap dirinya. Adapun yang berma'shiat kepada-Ku, akan Kujadikan siksa terhadap dirinya. Maka janganlah kalian susahkan diri dengan sebab raja-raja itu. Tetapi taubat dan taatlah kepada-Ku, supaya Aku jadikan mereka belas kasihan terhadap kalian."

Kalaulah organisasi yang telah ditindas dan dizalimi Jamal Abbdul Nashir ini membalas, tentu akan menghabiskan waktu dan sibuk untuk mengutuk pemimpin Mesir yang zalim. Namun, Ikhwanul Muslimin tidak memperdulikan itu semua dan menutupinya. Mereka menghadap Allah, memohon ampun, bertasih dan bertahmid. Semua itu dipahami sebagai ujian. Karena mereka berpegang teguh terhadap agama Allah.

“Dan mereka menyiksa orang-orang mu'min itu melainkan karena meraka beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha T erpuji.” (QS. al-Buruj: 8)

Ikhwan menyerahkan orang zalim itu kepada Allah swt. Karena Dia saja yang berkuasa membela agama-Nya. Dia pasti membinasakan yang zalim dan durjana itu. Demikianlah yang dilakukan oleh salafushalih terhadap orang-orang ying menganggu dan menyiksa mereka.

Seorang hamba Allah mengadu kepada salafusalih: “Sesungguhnya si fulan memakimu.” Lalu salafushalih itu hanya menjawab: “Aku harus marah kepada yang mengajarimu (syaitan). Pergilah dari sini. Semoga Allah mengampuni kita bersama."

Kami salafiyyun, karena kami taat kepada Nabi Muhammad saw. Kami tidak sama dengan orang yang mengatakan, "Kami hanya taat kepada Nabi Muhammad saw. dalam ibadah. Masalah mu'amalat dan hukum terserah situasi, perubahan masa dan tempat yang mempengaruhinya."

Kami taat kepada Muhammad saw. dalam segenap urusan. Baik urusan dunia maupun agama kami. Allah swt. memerintahkan kami taat kepada Rasul saw. dengan taat mutlak tanpa syarat. Selagi perintah dalam al-Qur'an datang sebagai perintah mutlak maka tidak boleh diikat.

Demikianlah para pakar ilmu 'ushul. Pandangan merekalah yang lebih utama didengar. Bukan golongan berpendidikan yang mengutamakan akal semata. Taraf mereka lebih rendah dianding taraf ulama ushul yang pakar itu. Ilmu kepahaman, kecerdikan, kekuatan hujjah, ketaqwaan dan keikhlasannya jauh ketinggalan dari ulama-ulama ushul yang pakar.

Sesungguhnya Allah memerintahkan kita taat kepada Rasulullah saw. dalam berpuluh-puluh ayat al-Qur'anul Karim."

"Barangsiapa yang menta'ati Rasul sesungguhnya ia mentaati Allah." (QS. an-Nisa: 80)

“Apa yang dibawa Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr: 7)

"Sesungguhnya ada pada diri Ras ulullah itu suri tauladan yang baik bagimu.” (QS. al-Ahzab: 21)

"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul- Nya." (QS. an-Nisa: 59)

Katakanlah: “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nyal maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya” (QS. at-Taubah: 24)

Dan masih banyak ayat-ayat yang lain. Dari ayat-ayat di atas jelas akan hak Rasulullah saw. untuk dita'ati, karena Allah swt. berfirman,

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya." (QS. an-Najm: 3-4)

Bukankah yang demikian itu sikap salafiyyun? Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin, sebagaimana salafiyyun, mereka bermu'amalah, berdagang, berhati-hati, memelihara diri dari bahaya, dan menempuh sebab-sebab sebagai bukti keta'atan kepada perintah Allah swt. Sama sekali bukan karena mereka percaya bahwa sebab-sebab itu yang akan melindungi mereka. Tapi mereka menjadikan sebab-sebab itu sebagai sarana memenuhi hajat mereka.

Seorang salafushalih berkata: "Sesungguhnya cenderung meyakini sebab-sebab adalah syirik dalam tauhid. Sedangkan mengingkari sebab-sebab sebagai sesuatu yang harus dilakukan adalah bukti kekurangan akal. Dan menolak sama sekali sebab-sebab berarti menghujat syari'at.

Tawakkal seorang hamba, do'anya, permintaannya, dan harapannya wajib diarahkan kepada Allah swt semata. Allah membagi untuknya berbagai sebab, di samping do'a kepada-Nya, dan yang lainnya apa yang Dia kehendaki.

Atas dasar inilah Ikhwanul Muslimin berjalan.

Pemahaman fiqh, perdebatan, dan permasalahan ibadah dalam dunia Islam dikuasai oleh tiga aliran. Dan di bawah masing-masing aliran tersebut terdapat berbagai kelompok lagi.

Pertama: Pendukung ilmu kalam. Pemahaman mereka berkisar tentang ada dan tidak ada, perkara yakin dan tidak. Dari pembahasan itu, mereka ingin mencapai tashdiq (yakin) dan ilmu.

Kedua: Ahli tasawwuf. Mereka adalah ahli isyarat, kasyaf, istighrok dan fana. Bahasan mereka berkisar pada cinta, rindu, iradah, dan kehendak. Mereka hidup di alam kepatuhan kepada Allah dan berjalan menurut iradah, sebagaimana yang mereka sangkakan.

Ketiga: Ahli Iman. Mereka termasuk golongan pertengahan di antara dua golongan tersebut. Mereka merangkum antara realitas keyakinannya dengan disertai amal praktis. Menghimpun antara cinta dan kerinduan yang terasa kesannya dalam realitas sikap dengan ruh kecintaan kepada Allah dan rasul- Nya.

"Bila mereka mengakui kebenaran setiap apa yang datang dari Allah dan rasul-Nya, maka pengakuan mereka berdiri di atas kebenaran ilmu yang mereka miliki, lengkap dengan dalil naqli dan aqli. Hasilnya, mereka beramal bertolak dari ilmu. Bukan dari keraguan dan prasangka. Bila mereka mencintai, mereka mencintai lantaran perasaan yang benar dan keterangan nyata, bukan mengikuti hawa nafsu dan penyimpangan.

Pendapat golongan ketiga di atas adalah pendapat salafushalih, dan golongan orang yang mengikuti langkah mereka hingga masa sekarang. Kenyataannya Ikhwanul Muslimin berada di golongan ini.

Salafushalih ini dengan para pengikutnya, menepis kejernihan agama dari kekeruhan hawa dan kekeliruan pemikiran manusia. Mereka seluruhnya yakin bahwa Allah mengaruniakan akal kepada manusia, tidak lain untuk menghisab hamba-hamba-Nya, sesuai dengan kadar akal mereka.

Mereka menggunakan akal dalam memilih mana yang berguna dan mana yang berbahaya.

Dengan itu, semakin jelaslah jalan da’wah mereka ini. Pada waktu yang sama mereka mencintai Allah dan Rasul-Nya secara total. Mereka mengutamakan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi segala apa yang mereka cintai. Walau bagaimana kuatnya godaan hawa nafsu.

Mereka tidak memposisikan perintah-perintah Allah di bawah belenggu akal mereka, dalam hal menerima atau menolaknya. Akan tetapi setiap ungkapan dan tindak tanduk mereka tunduk kepada kalam Allah dan sabda Rasulullah.

Bila ada orang yang menganggap selain itu, silahkan saja. Kelak pemilik suatu pendapat, seluruhnya akan menanggung akibat pendapatnya di hadapan Allah Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil. Adapun Ikhwanul Muslimin, mereka tetap salafiyyun.

Manusia setuju ataupun tidak setuju. Mereka tidak menjadikan hal tersebut dalam timbangan mereka. Yang penting bagi mereka adalah ridha Allah kepada mereka dan mereka memperoleh petunjuk ke jalan yang lurus.

Sekiranya setiap kumpulan manusia menghindar dari perdebatan dengan orang lain, dan berusaha terus menerus mencari ridha Allah semata, niscaya hapuslah bencana yang menimpa dunia ini disebabkan setiap orang mempertahankan pendapatnya. Baik yang benar maupun yang salah.

"Jikalau Rabb-mu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia itu ummat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabb-mu." (QS. Hud: 118-119)

(Buku Ikhwanul Muslimin; Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan Oleh Syaikh Jasim Muhalhil)

translator